Jumat, 09 Mei 2025
Home
Search
Menu
Share
More
atsariyyah pada Fiqh Puasa
11 Mar 2025 16:19 - 2 menit reading

Empat Syarat Sahnya Puasa Wajib dan Puasa Sunnah

Syarat sah puasa, baik puasa wajib maupun puasa sunnah ada empat, yaitu:

  1. Islam
  2. Berakal
  3. Suci dari haid dan nifas
  4. Bukan pada hari diharamkan berpuasa

Berikut Penjelasannya satu per satu:

Syarat Pertama: Islam.

Orang kafir tidak sah berpuasa, baik kafir asli maupun kafir murtad.

Syarat Kedua: Berakal.

      Termasuk dalam kategori berakal, anak kecil yang sudah mumayyiz. Karenanya, puasa anak kecil yang belum mumayyiz tidak sah. Sebagaimana puasa orang yang gila, kesurupan, epilepsi, dan semacamnya, juga tidak sah secara mutlak, walaupun akalnya hanya hilang sesaat, lalu sembuh kembali.

      Adapun hukum puasa orang yang pingsan dan orang yang mabuk:

      1. Jika ia pingsan atau mabuk karena perbuatannya sendiri, maka puasanya batal. 
      2. Jika bukan karena perbuatannya sendiri, maka:
        • Puasanya batal jika pingsan atau mabuknya berlangsung sepanjang hari, yakni dari sebelum terbitnya fajar sampai setelah terbenamnya matahari. 
        • Puasanya tidak batal kecuali jika pingsan atau mabuknya tidak berlangsung sepanjang hari.

      Rincian ini adalah pendapat yang muktamad menurut Ibnu Hajar dalam al-Tuhfah.

      Tidur tidak membatalkan puasa secara mutlak, walaupun dia tidur sepanjang hari.

      Syarat ketiga: Suci dari haid dan nifas sepanjang hari sampai Magrib.

      Dari Aisyah radhiallahu ‘anha beliau berkata:

      كُنَّا نُحِيضُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ

      “Kami dahulu mengalami haid pada masa Rasulullah , lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, tetapi tidak diperintahkan untuk mengqadha salat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

      Siapa saja yang haid, atau nifas, atau melahirkan walaupun tanpa ada darah nifas yang keluar, walaupun terjadinya sudah di penghujung hari, sebelum matahari terbenam, maka puasanya batal.

      Perempuan yang haid dan nifas haram meninggalkan pembatal puasa dengan niat puasa. Sebaliknya, ia juga tidak wajib melakukan pembatal puasa hanya untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak berpuasa. Karena hal itu sudah ditunjukkan dengan dia tidak berniat puasa.

      Setelah suci dari haid dan nifas, ia wajib mengqadha puasa wajib yang ia tinggalkan ketika haid dan nifas.

      Syarat Keempat: Tidak berpuasa pada hari diharamkan puasa.

        Hari yang diharamkan puasa ada 4, yaitu:

        1. Kedua hari raya (1 Syawal dan 10 Zulhijjah)
        2. Ketiga hari Tasyrik (11, 12, 13 Zulhijjah)
        3. Pertengahan kedua bulan Sya’ban (mulai 16 Sya’ban sampai akhir bulan)
        4. Hari yang meragukan (30 Sya’ban)

        Simak video penjelasan Hari-Hari yang Haram Berpuasa, juga artikel tentang puasa lainnya di kategori Fiqh Puasa.