Tanya:
Ahsanallahu ilaikum.
Izin bertanya, Ustadz.
Apa hukum air bekas mencuci kemaluan setelah buang air kecil apabila mengenai pakaian?
Jawab:
Ahsanallahu ilaikum juga wa barakallahu fiikum.
Pertanyaan ini berkaitan dengan pembahasan najis dan thaharah (bersuci) dalam mazhab Syafi’i, khususnya mengenai air musta‘mal (air bekas dipakai bersuci) dan implikasinya terhadap kebersihan pakaian.
Dalam mazhab Syafi’i, air musta‘mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats atau menghilangkan najis dan telah terpisah dari anggota badan.
Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan:
“وهو الماء القليل الذي استُعمل في فرض الطهارة”
“Yaitu air sedikit yang telah digunakan dalam fardhu thaharah.”
(al-Majmūʿ Syarḥ al-Muhadzdzab, 1/174)
Jika yang dimaksud adalah air bekas mencuci kemaluan setelah buang air kecil, maka hukumnya tergantung pada dua hal:
Imam Syirazi dalam al-Muhadzdzab menyatakan:
“وإذا استعمل الماء في طهارة الحدث صار مستعملا، ولا يجوز استعماله في رفع الحدث ثانيا، لكنه طاهر في نفسه”
“Jika air telah digunakan dalam bersuci dari hadats, maka ia menjadi musta‘mal, tidak boleh dipakai mengangkat hadats kedua kali, tapi ia suci pada dirinya.”
(al-Muhadzdzab, 1/19)
Jika setelah buang air kecil, antum mencuci kemaluan dan air yang memercik ke pakaian datangnya dari air suci yang tidak terkena najis secara langsung, maka tidak perlu mencuci pakaian lagi.
Wallahu a‘lam.
[Sumber: WA Grup MILC – Manarul Ilmi Learning Circle]
Baca juga artikel: Hukum Menghadap dan Membelakangi Kiblat ketika Buang Air.