Puasa sunnah terbagi menjadi tiga jenis:
1. Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Dikecualikan tanggal 10 Dzulhijjah (hari Idul Adha), berdasarkan hadis:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ
“Tidak ada hari-hari dalam setahun, yang amal saleh padanya lebih Allah cintai dibandingkan hari-hari ini.”
— (HR. al-Bukhari)
2. Hari Arafah bagi selain jamaah haji
Rasulullah ﷺ bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Puasa hari Arafah menghapus dosa dua tahun: tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya.” (HR. Muslim)
Sementara itu, jamaah haji disunnahkan untuk tidak berpuasa agar mereka dapat fokus dan optimal dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
3. Hari Asyura (10 Muharram)
Nabi ﷺ bersabda:
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Sedangkan puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu.”
— (HR. Muslim)
Disunnahkan juga untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram (tasu’a), Nabi ﷺ juga bersabda:
لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
“Jika aku masih hidup tahun depan, aku akan berpuasa pada hari kesembilan.”
— (HR. Muslim)
4. Enam Hari di Bulan Syawal
Boleh dilakukan secara berurutan maupun terpisah. Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Siapa yang berpuasa Ramadan lalu diikuti dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.”
— (HR. Muslim)
1. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan (Ayyamul Bidh: 13, 14, 15)
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ نَصُومَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ الْبِيضَ: الثَّالِثَ عَشَرَ وَالرَّابِعَ عَشَرَ وَالْخَامِسَ عَشَرَ
“Rasulullah ﷺ memerintahkan kami untuk berpuasa tiga hari setiap bulan, yaitu hari-hari putih: tanggal 13, 14, dan 15.”
— (HR. Ibnu Hibban)
Disebut ayyamul bidh (hari-hari terang) karena bulan tampak sangat terang di malam-malam tersebut.
2. Puasa Akhir Bulan: Ayyamus Sud (28, 29, 30)
Disebut juga hari-hari gelap karena bulan tidak tampak di malam hari. Hadisnya diriwayatkan oleh ad-Dailami rahimahullah. Untuk berjaga-jaga jika bulan hanya 29 hari, disunnahkan untuk memulai puasa dari tanggal 27.
1. Puasa Hari Senin
Ketika ditanya mengenai hikmah puasa hari Senin, Nabi ﷺ bersabda:
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَبُعِثْتُ فِيهِ، وَأُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
“Itulah hari aku dilahirkan, aku diutus, dan wahyu diturunkan kepadaku.”
— (HR. Muslim)
2. Puasa Hari Kamis
Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Amalan-amalan diperlihatkan (kepada Allah) setiap hari Senin dan Kamis, dan aku suka ketika amalku diperlihatkan, aku dalam keadaan berpuasa.”
Seorang yang sedang berpuasa sunnah boleh membatalkannya kapan pun, meskipun tanpa uzur, berbeda halnya dengan puasa wajib.
Dari Ummu Hani` radhiyallahu ‘anha, secara marfu’, Nabi ﷺ bersabda:
الصَّائِمُ الْمُتَطَوِّعُ أَمِيرُ نَفْسِهِ، إِنْ شَاءَ صَامَ وَإِنْ شَاءَ أَفْطَرَ
“Orang yang berpuasa sunnah adalah pengatur dirinya sendiri. Jika dia mau, dia boleh meneruskan puasanya. Jika dia mau, dia boleh membatalkannya.”
— (HR. Ahmad dan al-Tirmizi)
Simak video penjelasan Salat dan Puasa Sunnah Rasulullah ﷺ, juga berbagai artikel yang terkait dengan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal di kategori Fiqh Puasa.