Kamis, 26 Jun 2025
Home
Search
Menu
Share
More
9 Jun 2025 12:59 - 4 menit reading

Seputar Salat Jumat bagi Mukim dan Musafir

Pertanyaan:

1. Status Muqim atau Mustauthin
Saya tinggal di Jakarta, dan tempat kerja saya masih berada dalam kota yang sama serta tidak mencapai jarak safar. Saya shalat Jumat di masjid kantor. Apakah dalam kasus ini saya dihukumi muqim atau mustauthin?

2. Shalat Jumat di Lokasi Pelatihan
Dalam kegiatan pelatihan kantor yang diadakan di vila terpencil (lokasi perkampungan atau pegunungan), mana yang lebih utama:
• a. Mendirikan shalat Jumat berjamaah di vila, atau
• b. Mencari masjid kampung terdekat yang menyelenggarakan Jumat?

Jika dianjurkan untuk mencari masjid terdekat, berapa jarak minimal yang dianggap masih “termasuk satu kampung” atau jarak maksimal yang dibolehkan untuk bergabung Jumat bersama penduduk setempat?

3. Permintaan Kutipan
Mohon sertakan kutipan ibaroh dari kutub Syafi‘iyyah terkait dua masalah di atas untuk memperkuat pemahaman kami.

Jawaban:

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Alḥamdulillāh. Waṣ-ṣalātu was-salāmu ‘alā Rasūlillāh. Wa ba‘d:

I. Status Mustauthin dalam Konteks Shalat Jumat di Kota Sendiri

Apabila seseorang tinggal dan bekerja dalam satu kota yang sama, serta tidak berpindah-pindah kecuali karena kebutuhan, maka menurut definisi yang berlaku dalam mazhab Syafi‘iyah, orang tersebut termasuk mustauthin (المستوطن). Maka dalam hal ini, ia tetap wajib melaksanakan shalat Jumat apabila terpenuhi seluruh syarat pelaksanaannya, termasuk dilaksanakannya shalat Jumat tersebut oleh empat puluh orang mustauthin yang memenuhi syarat—yakni laki-laki, Muslim, baligh, merdeka, dan mukallaf.

Disebutkan dalam فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين:

“وشروطها أربعون مسلمًا ذكرًا مكلفًا حرًّا متوطنًا لا يظعن إلا لحاجة، حضروا جميعًا في الوقت، واستوطنوا محلها، أي اتخذوه وطنًا أصليًا، أو بلدًا للإقامة بحيث لا يظعنون عنه إلا لحاجة، واتصلت أبنيته، فلا تصح من غيرهم.”
(فتح المعين، ص: ١٩٤)

Terjemah:

“Syarat sah Jumat adalah (dihadiri oleh) empat puluh orang Muslim laki-laki, mukallaf, merdeka, dan mustauthin, yakni yang menjadikan tempat itu sebagai tempat tinggal tetap dan tidak meninggalkannya kecuali karena keperluan. Mereka semua hadir dalam waktu shalat Jumat, dan bangunan tempat tinggal mereka saling bersambung. Tidak sah Jumat dari selain mereka.”

Dengan demikian, shalat Jumat yang dilaksanakan di masjid kantor dalam kota yang sama tetap wajib dihadiri oleh Anda, selama masjid tersebut dihuni dan digunakan oleh 40 orang yang memenuhi syarat sebagai mustauthin sebagaimana penjelasan di atas.

II. Hukum Shalat Jumat di Vila Tempat Pelatihan

Penilaian atas wajib atau tidaknya shalat Jumat dalam kegiatan pelatihan yang dilaksanakan di vila terpencil, sangat bergantung pada status geografis dan sosial dari vila tersebut.

a. Jika vila tersebut berada di luar kawasan permukiman tetap, dan tidak terdapat 40 orang mustauthin di sana, maka tidak wajib bahkan tidak sah mendirikan shalat Jumat di tempat itu.

Ibarat dari المنهاج القويم شرح المقدمة الحضرمية menegaskan:

“أن تقام في خطة بلد أو قرية مبنية ولو بنحو قصب للاتباع، فلا تصح إلا في أبنية مجتمعة في العرف… وبه فارق ما لو نزلوا مكانًا ليعمروه قرية فإن جمعتهم لا تصح فيه قبل البناء.”
(المنهاج القويم، ص: ١٧٥)

Terjemah:

“Shalat Jumat harus ditegakkan di wilayah kota atau desa yang telah dibangun, meskipun hanya dengan bahan seperti batang pohon menurut kebiasaan. Maka tidak sah (Jumat) kecuali di tempat yang menurut adat dianggap sebagai permukiman. Karenanya, jika sekelompok orang tinggal di suatu lokasi untuk membangunnya sebagai desa, maka Jumat mereka tidak sah sebelum bangunan itu terwujud.”

Dalam konteks vila tempat pelatihan yang tidak ditinggali secara tetap oleh penduduk, maka peserta pelatihan yang hanya tinggal beberapa hari saja di sana dihukumi sebagai muqim atau bahkan musafir, sehingga tidak terkena kewajiban shalat Jumat, apalagi jika di tempat tersebut tidak memenuhi syarat kehadiran 40 orang mustauthin.

b. Jika di sekitar vila terdapat masjid masyarakat yang diisi oleh penduduk setempat (mustauthin), dan adzan Jumat dari masjid tersebut terdengar oleh para peserta pelatihan, maka wajib bagi mereka untuk menghadiri shalat Jumat di masjid tersebut, selama mereka tidak dalam safar yang membolehkan tidak menghadiri Jumat.

Sebagaimana disebutkan dalam فتح المعين:

“من سمع النداء من محل لا تقصر فيه الصلاة لزمه إجابة، ولو كان بينه وبين البلد واد.”
(فتح المعين، ص: ١٩٨)

Terjemah:

“Barang siapa yang mendengar adzan dari tempat yang tidak boleh mengqashar shalat padanya, maka wajib menjawabnya (mendatangi shalat Jumat), meskipun antara dia dan kota itu ada lembah.”

Penutup

Dengan demikian, prinsip utama dalam mazhab Syafi‘iyah adalah:

  • Shalat Jumat wajib bagi mustauthin, dan sah apabila dihadiri oleh 40 orang mustauthin.
  • Tidak sah melaksanakan Jumat di tempat yang belum tergolong sebagai permukiman tetap.
  • Jika mendengar adzan Jumat dari masjid kampung yang sah, maka wajib mendatanginya.

Semoga penjelasan ini bermanfaat dan dapat memperjelas persoalan fiqih yang diajukan.

والله أعلم بالصواب، وصلى الله على سيدنا محمد، وعلى آله وصحبه وسلم.

[Sumber: WA Grup MILC – Manarul Ilmi Learning Circle]

Baca juga artikel seputar: Hukum Salat Jumat Berbilang dalam Satu Kota.