بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahsanallahu ilaykum yaa Ustadz.
Izin bertanya mengenai materi Kitab Ilmi:
- Apakah seseorang yang mengikuti kajian kitab secara online (misalnya melalui YouTube), di mana seorang ustadz membahas kitab tertentu sampai tuntas, namun si penonton tidak pernah bertemu langsung dengan ustadz tersebut. Sebaliknya, ustadz pun tidak mengetahui siapa saja yang mengikuti kajiannya—apakah hal ini tergolong belajar secara otodidak?
- Dalam kaidah disebutkan bahwa ilmu itu diambil dari para guru di majelis ilmu. Maka, apakah belajar secara online bisa tetap dihukumi sebagai majelis ilmu yang tersambung sanad keilmuannya?
Demikian pertanyaan saya, mohon penjelasannya.
Jazakumullahu khayran wa barakallahu fikum.
Jawaban:
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm.
Terkait dua pertanyaan yang disampaikan, perlu kami sampaikan bahwa pembahasan mengenai hal ini memiliki dimensi yang cukup luas dan kompleks. Namun, agar tidak melebar ke banyak cabang permasalahan, saya akan membatasi jawaban hanya pada dua kasus yang secara spesifik diajukan dalam pertanyaan.
Pertanyaan Pertama:
Apakah mengikuti kajian kitab secara online — di mana seorang ustadz menyampaikan pembahasan sebuah kitab secara tuntas, namun penonton tidak pernah bertemu langsung dengan ustadz tersebut dan ustadz pun tidak mengetahui siapa saja yang mengikuti kajiannya — tergolong sebagai belajar secara otodidak?
Jika yang dimaksud dengan otodidak adalah belajar secara mandiri tanpa guru, maka jawabannya: tidak tergolong otodidak. Hal ini karena dalam kasus tersebut, meskipun media yang digunakan adalah rekaman, tetap saja seseorang dapat dikatakan belajar dari seorang guru. Oleh karena itu, belajar dengan menyimak rekaman pengajian seorang ustadz tidak termasuk kategori belajar secara otodidak.
Namun demikian, apakah hal tersebut dapat dikategorikan sebagai talakki (proses menimba ilmu secara langsung dari guru), sehingga seseorang sah disebut sebagai murid dari ustadz tersebut? Maka jawabannya adalah tidak. Belajar melalui rekaman tidak memenuhi syarat sebagai talakki, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa seseorang adalah murid dari ustadz tersebut dalam pengertian yang sebenarnya.
Demikian pula, tidak sah diklaim bahwa ia benar-benar mengambil ilmu dari ustadz tersebut secara formal, sebagaimana lazimnya dalam interaksi guru-murid. Jika hanya sekadar menyatakan, “Saya pernah mengambil fa’idah dari ustadz fulan,” maka hal itu tidak mengapa. Namun jika disebut sebagai “menuntut ilmu” dalam makna yang utuh, maka hal itu tidak tepat, karena sifatnya hanya mendengar rekaman, bukan proses belajar langsung.
Pertanyaan Kedua:
Apakah pembelajaran secara online sebagaimana disebutkan di atas dapat dikategorikan sebagai majelis ilmu yang sanad keilmuannya bersambung?
Secara umum, pembelajaran seperti itu tetap termasuk dalam kategori menuntut ilmu. Ini berdasarkan keumuman sabda Rasulullah ﷺ:
“من سلك طريقًا يلتمس فيه علمًا، سهل الله له به طريقًا إلى الجنة”
“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)
Dalam konteks ini, “jalan” untuk mencari ilmu mencakup berbagai bentuk, termasuk mendengarkan kajian melalui video atau rekaman digital.
Namun, apakah bisa dikatakan bahwa sanad keilmuannya bersambung? Maka jawabannya adalah tidak. Hal ini dikarenakan bentuk pembelajaran melalui rekaman video tidak memenuhi syarat kesinambungan sanad, sebagaimana dikenal dalam tradisi transmisi ilmu Islam.
Keadaan ini dapat dianalogikan dengan konsep klasik yang dikenal dalam ilmu hadits sebagai wijādah. Wijādah adalah ketika seseorang menemukan catatan atau kitab milik seorang ulama, namun tidak pernah menerima langsung dari penulisnya, baik melalui ijazah maupun musyāfahah. Maka wijādah ini, dalam ilmu hadits, dihukumi sebagai bentuk riwayat yang munqaṭi‘ (terputus), dan tidak dapat dijadikan hujjah dalam jalur sanad.
Demikian pula halnya dengan seseorang yang mendapatkan rekaman ceramah atau kajian melalui platform seperti YouTube; ia memang memperoleh fa’idah, namun dalam perspektif sanad keilmuan, hubungan itu dianggap terputus.
Sekali lagi, perlu dicatat bahwa pembahasan ini bisa lebih panjang dan dalam, namun sebagaimana saya sampaikan di awal, jawaban ini dibatasi pada konteks dua pertanyaan yang diajukan secara spesifik.
Allāhu a‘lam bish-shawāb.
[Sumber: WA Grup MILC – Manarul Ilmi Learning Circle]
Simak video penting seputar menuntut ilmu, yang berjudul: Metode Penting Menuntut Ilmu.