Pertanyaan:
Bismillah
Tanya Ustadz
Dalam sebuah rumah tangga, manakah yang lebih utama untuk berqurban: suami atau istri?
Saya pernah mendengar bahwa jika suami yang berqurban, maka pahala kurban itu mencakup seluruh anggota keluarga yang berada dalam tanggungannya. Namun jika istri yang berqurban, maka pahala hanya berlaku untuk dirinya sendiri.
Mohon penjelasan, Ustadz.
Ahsanallahu ilaikum wa barakallahu fiikum.
Wa ‘alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Ahsanallahu ilaikum wa barakallahu fiikum juga. Semoga Allah memberkahi antum dan keluarga.
Pertanyaan ini berkaitan dengan fiqh al-udhiyah (hukum seputar kurban), khususnya siapa yang lebih utama melaksanakannya dalam rumah tangga: suami atau istri.
Dalam mazhab Syafiโi, hukum berkurban adalah sunnah muakkadah bagi setiap individu yang mukallaf, mampu, dan menetap (bukan musafir). Tidak wajib, tapi sangat dianjurkan.
Imam an-Nawawi berkata:
ููู ุณูุฉ ู ุคูุฏุฉ ูู ุญู ูู ู ู ูุฏุฑ ุนูููุง ู ู ุงูู ุณูู ูู ูู ููู ุงููุญุฑ
“Kurban adalah sunnah muakkadah bagi setiap Muslim yang mampu melakukannya pada hari nahr.”
(al-Majmลซสฟ Syarแธฅ al-Muhadhdhab, 8/385)
Dalam mazhab Syafiโi, jika seseorang berkurban, maka pahala kurban itu boleh diniatkan juga untuk keluarganya โ tetapi ini tergantung pada siapa yang menjadi penanggung nafkah.
Imam Nawawi menyatakan:
ููุฌูุฒ ุฃู ูุดุฑู ุบูุฑู ูู ุซูุงุจูุง
“Boleh menyekutukan (mengikutkan) orang lain dalam pahala kurban.”
(al-Majmลซสฟ, 8/385)
Namun yang dimaksud di sini adalah penyertaan niat pahala, bukan kurban bersama (musyarakah) pada satu hewan, yang tidak dibolehkan kecuali dalam sapi dan unta maksimal tujuh orang (sesuai ketentuan).
Maka, suami yang menjadi kepala rumah tangga dan penanggung nafkah lebih utama untuk berkurban karena:
ููุงูู ุงูุฑููุฌููู ููู ุนูููุฏู ุงููููุจูููู ๏ทบ ููุถูุญููู ุจูุงูุดููุงุฉู ุนููููู ููุนููู ุฃููููู ุจูููุชููู
“Dahulu pada masa Nabi ๏ทบ, seseorang menyembelih seekor kambing sebagai kurban untuk dirinya dan keluarganya.”
(HR. al-Tirmizi dari Ubay bin Ka’ab)
Istri tetap boleh berkurban jika ia mampu secara pribadi. Namun karena ia bukan penanggung nafkah keluarga, maka pahala kurban itu hanya untuk dirinya sendiri โ kecuali ia niatkan pula untuk suami dan keluarga dengan syarat mereka ridha dan ia memiliki wewenang dalam hal itu (misalnya penghasilan istri yang digunakan secara umum untuk keluarga dengan sepengetahuan suami).
Wallahu aโlam.
[Sumber: WA Grup MILC – Manarul Ilmi Learning Circle]
Baca juga artikel: Seputar Taโyin (Penentuan) dan Nazar Hewan Qurban.